Sumber berita : TEMPO/ Nita Dian – JUM’AT, 19 SEPTEMBER 2014 | 06:26 WIB
TEMPO.CO , Jakarta:Badan Kesehatan Dunia, WHO (Baca: WHO: Setiap 40 Detik, Satu Orang Bunuh Diri sejak tahun 2003 memberikan catatan penting dan menanggapi serius isu bunuh diri. Dalam surat elektronik yang diterima dari Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada Rabu malam, 17 September 2014, WHO telah menggandeng International Association of Suicide Prevention (IASP) untuk memperingati Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia yang berlangsung setiap tanggal 10 September lalu.
Berdasarkan data WHO, bunuh diri telah menjadi masalah besar bagi kesehatan masyarakat di negara maju dan menjadi masalah yang terus meningkat jumlahnya di negara berpenghasilan rendah dan sedang. Dalam data tersebut juga dijelaskan hampir satu juta orang meninggal setiap tahunnya akibat bunuh diri. Hal ini menunjukkan kurang lebih setiap 40 detik jatuh korban bunuh diri. Menurut Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kemenkes RI, dr. Eka Viora, Sp.KJ bunuh diri merupakan masalah yang kompleks karena tidak diakibatkan oleh penyebab atau alasan tunggal. Namun lebih karena interaksi yang komplek dari faktor biologik, genetik, psikologi, sosial, budaya dan lingkungan. (Baca: Di-bully Sejak Kecil, Beresiko Tingkatkan Depresi). Dalam surat edaran ini menyebutkan penjelasan Eka Viora pada acara pembukaan Pertemuan Koordinasi Tim Lintas Sektor Program Kesehatan Jiwa Pada Kelompok Berisiko -sebuah workshop yang diselenggarakan dalam rangka Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia di salah satu hotel di Jakarta pada Senin, 15 september 2014. “Sulit untuk menjelaskan mengenai penyebab mengapa orang memutuskan untuk melakukan bunuh diri, sedangkan yang lain dalam kondisi yang sama bahkan lebih buruk tetapi tidak melakukannya. Meskipun demikian, tindakan bunuh diri atau percobaan bunuh diri pada umumnya dapat dicegah, ” kata Eka Viora. Eka Viora merujuk berdasarkan data WHO pada 2010, angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100.000 jiwa. Menurutnya, apabila tidak ada upaya bersama pencegahan bunuh diri, angka ini bisa makin tumbuh dari tahun ke tahun. “WHO meramalkan pada 2020 angka bunuh diri di Indonesia secara global menjadi 2,4 per 100.000 jiwa.” Selanjutnya Eka Viora juga menerangkan bagaima deteksi dini terhadap beberapa percobaan bunuh diri. Dia menuturkan pada beberapa individu gejalanya adalah berupa mereka yang mengalami kesedihan, kecemasan, perubahan suasana perasaan, keresahan (kebingungan), cepat marah, penurunan minat terhadap aktivitas sehari-hari seperti kebersihan, penampilan, makan, sulit tidur, sulit untuk mengambil keputusan, perilaku menyakiti diri sendiri seperti tidak mau makan, melukai diri dan mengisolasi diri. Eka Viora mengigatkan bunuh diri dapat dicegah. “Asalkan semua anggota masyarakat dapat melakukan tindakan yang akan menyelamatkan kehidupan. Dan untuk mencegah bunuh diri pada individu dan keluarga, sangat dibutuhkan kerjasama yang erat antara individu, keluarga, masyarakat, profesi dan pemerintah untuk bersama mengatasi masalahnya,” kata dia. Sementara psikiater Awaludin Ramlan pada Kamis, 18 September 2014 mengatakan dengan kondisi sosial politik dan berbagai tekanan ekonomi yang kini makin sulit, belum lagi soal kenaikan bahan bakar minyak (BBM) menjadi salah satu penyebab depresi. (Baca: Macet dan Gaya Hidup Bikin Orang Kota Depresi) “Pada depresi ini adalah gerbangnya bunuh diri. Orang yang semakin sulit dan tertekan jiwanya tidak kuat alami depresi hebat yang bisa mengakibatkan tercetusnya usaha bunuh diri.” Psikiater yang berpraktek di kliniknya di kawasan Kelapa Gading ini melihat masalah depresi dan bunuh diri di Indonesia, terutama di Jakarta dan beberapa kota besar, datanya semakin meningkat. “Faktornya seperti saya utarakan di atas. Dan situasi kondisi yang terjadi sekarang membuat orang cepat tersinggung, marah atau naik pitam itu depresi besar yang frontal. Ada depresi yang silent tapi buntutnya menghabisi nyawa sendiri berada dalam keputus asaan yang tak berujung,” kata psikiater yang biasa disapa Awaluddin ini. Dan Awaladin mengingatkan bila di masa lalu ada kecenderungan seperti stigma bahwa depresi dan bunuh diri umumnya banyak dialami para wanita. “Kini merata, anak-anak juga mulai mudah depresi ambil jalan pintas bunuh diri. Pada priapun juga berlaku hal yang sama,” kata dia. Seperti halnya saran Eka Viora, Awaludin mengingatkan harus ada integrasi antara individu, keluarga dan lingkungan supaya tidak terjadi kasus begini. “Agama dan moral masih jadi landasan utaman dan dasar, ditambah dengan sikap dan dukungan dari semua pihak,” ujar Awaludin.
Hampir Sejuta Orang Bunuh Diri Per Tahun | Tempo Gaya
http://gaya.tempo.co/read/news/2014/09/19/174608044/hampir-sejuta-orang-bunuh-diri-per-tahun